Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) menilai, kebijakan hulu
yang salah telah mengakibatkan maraknya peredaran bakso berbahan daging
babi. Sejak 2011, pemerintah sudah mencanangkan agar Indonesia bisa
mencapai swasembada daging tahun 2014. Untuk mewujudkan hal tersebut,
kuota impor daging tahun 2012 ditetapkan hanya 12,5 persen.
APDI menilai angka 12,5 persen terlalu kecil dan tidak mempertimbangkan kebutuhan daging dalam negeri serta populasi sapi siap potong di Indonesia.
Ketua DPP APDI Bidang Ekspor dan Impor, Asnawi, menyatakan, sejak Desember 2011, pihaknya sudah mengingatkan pemerintah tentang bahaya pembatasan kuota impor. Menurutnya, target swasembada 2014 harus dilakukan bertahap. Target swasembada jangan diukur dari batas waktu berakhirnya rezim pemerintahan sekarang.
"Apa yang terjadi sekarang (bakso daging babi) hanya permukaan. Ada orang yang memanfaatkan situasi dengan melihat pasar. Daging kan makin mahal, sementara stoknya terbatas. Ada celeng yang murah dan bisa dijual dengan modus-modus tertentu. Akhirnya pasar gelap yang bekerja," kata Asnawi kepada Kompas.com, Jumat (14/12/2012).
Menurut Asnawi, APDI sendiri sudah menghitung kapasitas dan stok sapi dalam negeri. Dari 14,8 juta sapi di Indonesia per Juni 2011, hanya sekitar 1,4 juta yang siap potong untuk 2012.
"Dan ingat, jangan samakan bobot sapi-sapi Indonesia dengan yang di luar negeri. Jumlah segitu harus mampu menyediakan 484.000 ton kebutuhan daging sapi nasional tahun 2012," tukas Asnawi.
Ketidakmampuan pemerintah menyuplai kebutuhan daging nasional menyebabkan harga sapi melambung. Saat ini, harga sapi mencapai Rp 90.000 sampai Rp 105.000 per kg. Sementara babi hutan yang dijual secara rahasia dijual Rp 45.000 per kg. Menurut laporan yang dihimpun APDI, tempat penggilingan daging yang mencampur daging babi tidak pernah beraksi secara terbuka. Antara pembeli dan penggiling jarang bertemu.
Ia menyebutkan, salah satu tempat penggilingan yang berada di pasar tradisional di daerah Jakarta Selatan cukup mengangkat telepon untuk menanyakan kebutuhan daging yang diinginkan pembeli. "Mereka punya jaringan rapi dengan pemasok daging dan pedagang. Setiap pembeli dicatat. Jika butuh, tinggal telepon dan daging langsung dikirim ke alamat," kata Asnawi menjelaskan modus pembelian daging murah di Jakarta.
Asnawi juga meragukan bila pedagang bakso tidak mengetahui daging yang mereka beli adalah daging celeng. "Dari harganya saja yang sangat murah masa nggak curiga. Mereka kan tahu standar harga daging sapi di pasaran berapa," tegasnya.
Sekadar catatan, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta melakukan razia bakso yang mengandung daging babi di tempat penggilingan daging dan pejual bakso. Dari tiga wilayah DKI yang sudah dirazia, Jakarta Selatan yang paling banyak menjual bakso berbahan daging babi.
"Dari sampel yang sudah kami dapat, di Jakarta Timur dari delapan sampel, dua tempat positif menjual bakso mengandung babi; di Jakarta Utara dari delapan sampel, dua tempat positif menjual bakso mengandung babi; dan di Jakarta Selatan dari 46 sampel, enam tempat positif," kata Kepala Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Ipih Ruyani.
APDI meminta pemerintah bertanggung jawab memulihkan kembali kepercayaan masyarakat. Akibat pemberitaan bakso berdaging babi, banyak pedagang bakso merugi karena ditinggalkan konsumen. Pemerintah juga diharapkan segera melakukan normalisasi harga. "Dan yang tak kalah penting, tangkap dan hukum itu si pemilik kios penggilingan. Jangan malah dilepaskan begitu saja," kata Asnawi.(kompas.com)
APDI menilai angka 12,5 persen terlalu kecil dan tidak mempertimbangkan kebutuhan daging dalam negeri serta populasi sapi siap potong di Indonesia.
Ketua DPP APDI Bidang Ekspor dan Impor, Asnawi, menyatakan, sejak Desember 2011, pihaknya sudah mengingatkan pemerintah tentang bahaya pembatasan kuota impor. Menurutnya, target swasembada 2014 harus dilakukan bertahap. Target swasembada jangan diukur dari batas waktu berakhirnya rezim pemerintahan sekarang.
"Apa yang terjadi sekarang (bakso daging babi) hanya permukaan. Ada orang yang memanfaatkan situasi dengan melihat pasar. Daging kan makin mahal, sementara stoknya terbatas. Ada celeng yang murah dan bisa dijual dengan modus-modus tertentu. Akhirnya pasar gelap yang bekerja," kata Asnawi kepada Kompas.com, Jumat (14/12/2012).
Menurut Asnawi, APDI sendiri sudah menghitung kapasitas dan stok sapi dalam negeri. Dari 14,8 juta sapi di Indonesia per Juni 2011, hanya sekitar 1,4 juta yang siap potong untuk 2012.
"Dan ingat, jangan samakan bobot sapi-sapi Indonesia dengan yang di luar negeri. Jumlah segitu harus mampu menyediakan 484.000 ton kebutuhan daging sapi nasional tahun 2012," tukas Asnawi.
Ketidakmampuan pemerintah menyuplai kebutuhan daging nasional menyebabkan harga sapi melambung. Saat ini, harga sapi mencapai Rp 90.000 sampai Rp 105.000 per kg. Sementara babi hutan yang dijual secara rahasia dijual Rp 45.000 per kg. Menurut laporan yang dihimpun APDI, tempat penggilingan daging yang mencampur daging babi tidak pernah beraksi secara terbuka. Antara pembeli dan penggiling jarang bertemu.
Ia menyebutkan, salah satu tempat penggilingan yang berada di pasar tradisional di daerah Jakarta Selatan cukup mengangkat telepon untuk menanyakan kebutuhan daging yang diinginkan pembeli. "Mereka punya jaringan rapi dengan pemasok daging dan pedagang. Setiap pembeli dicatat. Jika butuh, tinggal telepon dan daging langsung dikirim ke alamat," kata Asnawi menjelaskan modus pembelian daging murah di Jakarta.
Asnawi juga meragukan bila pedagang bakso tidak mengetahui daging yang mereka beli adalah daging celeng. "Dari harganya saja yang sangat murah masa nggak curiga. Mereka kan tahu standar harga daging sapi di pasaran berapa," tegasnya.
Sekadar catatan, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta melakukan razia bakso yang mengandung daging babi di tempat penggilingan daging dan pejual bakso. Dari tiga wilayah DKI yang sudah dirazia, Jakarta Selatan yang paling banyak menjual bakso berbahan daging babi.
"Dari sampel yang sudah kami dapat, di Jakarta Timur dari delapan sampel, dua tempat positif menjual bakso mengandung babi; di Jakarta Utara dari delapan sampel, dua tempat positif menjual bakso mengandung babi; dan di Jakarta Selatan dari 46 sampel, enam tempat positif," kata Kepala Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Ipih Ruyani.
APDI meminta pemerintah bertanggung jawab memulihkan kembali kepercayaan masyarakat. Akibat pemberitaan bakso berdaging babi, banyak pedagang bakso merugi karena ditinggalkan konsumen. Pemerintah juga diharapkan segera melakukan normalisasi harga. "Dan yang tak kalah penting, tangkap dan hukum itu si pemilik kios penggilingan. Jangan malah dilepaskan begitu saja," kata Asnawi.(kompas.com)
2 komentar:
dimusnahkan aja peternakan babi
wah..
jangan terlalu emosi...
masih ada cara lain kok...
Pemerintah harus lebih jeli untuk memasarkan daging kemasyarakat..
Posting Komentar